Minggu, 3 Mei 2009 | 18:07 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Christoporus Wahyu Haryo P
PONTIANAK, KOMPAS.com – Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Kalimantan Barat menyita sekitar 103 meter kubik kayu durian olahan ilegal yang diangkut dua kapal layar motor di dermaga Sungai Rantau Panjang, Kabupaten Kayong Utara.
Dua nahkoda kapal ditahan dan dijadikan tersangka, sedangkan dua pemilik kayu serta dua pemilik kapal masih dalam pencarian. “Patroli SPORC yang menggunakan kapal cepat memergoki anak buah kapal sedang memuat kayu durian olahan yang tidak dilengkapi surat keterangan asal usul (SKAU) di steigher Rantau Panjang, Rabu (29/4).
“Barang bukti dua kapal dan kayu durian olahan beserta dua tersangka dan 10 anak buah kapal (ABK) yang dijadikan saksi, dibawa ke Markas SPORC Minggu dinihari (3/5),” kata Kepala Unit Penyidik SPORC Brigade Bekantan M Dedy Hardinianto, Minggu (3/5).
Dua kapal yang disita masing-masing KLM Perdana Bahari berbobot 150 grosston yang dinahkodai Imam, serta KLM Safaat Illahi berbobot 100 grosston yang dinahkodai Rustam. KLM Perdana Bahari mengangkut 50 meter kubik kayu durian olahan milik seorang warga Pulau Madura yang kini masih dalam pencarian, sedangkan KLM Safaat Illahi mengangkut 53 meter kubik kayu milik seorang warga Kabupaten Ketapang yang juga masih dicari penyidik.
Kedua nahkoda kapal mengaku, kayu-kayu tersebut berasal dari kebun rakyat di Desa Harapan Mulia, Kabupaten Kayong Utara. SPORC tengah menelusuri lokasi penebangan kayu itu karena menurut Dedy, diduga kuat kayu itu justru hasil penjarahan di Taman Nasional Gunung Palung.
“Sebagian besar wilayah Desa Harapan Mulia berada di kawasan konservasi TN Gunung Palung. Masih ditelusuri apakah kayu itu benar-benar dari kebun milik warga dan siapa warga yang menjual kayu-kayu itu,” katanya.
Dugaan kayu itu merupakan hasil perambahan TNGP diperkuat temuan SPORC dua pekan sebelumnya, di mana seorang pembalak bernama Ahmadi dan sopir truk bernama Arif kepergok tengah menebang dan mengangkut 2 meter kubik kayu durian olahan di wilayah TNGP.
Nahkoda kapal Imam dan Rustam mengaku, kayu durian olahan yang rata-rata berukuran 20x20x400 centimeter tersebut akan dibawa ke daerah Banten, Pulau Jawa. Untuk mengangkut kayu-kayu tersebut, pemilik kayu memberi upah Rp 30 juta untuk tiap kapal. Dua bagian dari upah tersebut diserahkan kepada pemilik kapal. Kedua pemilik kapal kini masih dicari petugas SPORC.
Menurut Dedy, maraknya penebangan kayu durian tersebut dipicu oleh tingginya keuntungan dari harga jual kayu durian olahan di Pulau Jawa. Informasi yang diperolehnya di lapangan, kayu itu dibeli dari warga Desa Harapan Mulia dengan harga Rp 200.000 per meter kubik. Sementara harga jual kayu itu ke konsumen di Pulau Jawa berkisar Rp 6 juta-Rp 7 juta per meter kubik.
Tinggalkan Balasan